Proses Produksi Semen
1. Penambangan
Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam proses
pembuatan semen adalah batukapurdan tanah liat.
Kedua bahan baku tersebut diperoleh dari proses penambangan di quarry.
Penambangan bahan baku merupakan salah satu kegiatan
utama dalam keseluruhan proses produksi semen. Perencanaan penambangan bahan
baku sangat menentukan pada proses – proses selanjutnya yang akhirnya bermuara
pada kualitas dan kuantitas semen. Penambangan bahan baku yang tidak terencana
dan terkontrol dengan baik akan menyebabkan gagalnya pemenuhan target untuk
tahap produksi selanjutnya yang jika dihubungkan dengan kualitas dan biaya
produksi secara keseluruhan dapat menurunkan daya saing produk terhadap produk
yang sama yang dihasilkan oleh pesaing
Persyaratan
kualitas batukapur & tanah liat dalam proses penambangan adalah sebagai
berikut :
a. Batukapur
52% <Cao< 54% dan MgO < 18%
b. Tanah
liat
60%<SiO2 <70% dan 14%Al2O3<17%
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
a. Pengupasan
tanah penutup ( Stripping )
b. Pemboran
dan peledakan ( Drilling and Blasting )
c. Penggalian/Pemuatan
( Digging/Loading )
d. Pengangkutan
( hauling )
e. Pemecahan
( crushing )
Proses Penambangan Bahan Baku
2. Penyiapan
Bahan Baku
Bahan baku berupa batu kapur dan tanah liat akan
dihancurkan untuk memperkecil ukuran agar mudah dalam proses penggilingan. Alat
yang digunakan untuk menghancurkan batukapur dinamakan Crusher.
Dan alat yang digunakan untuk memecah tanah liat disebut clay cutter.
Pada umumnya Crusher digunakan untuk memecah batu dari
ukuran diameter ( 100 – 1500 mm ) menjadi ukuran yang lebih kecil dengan
diameter ( 5 – 300 mm ) dengan sistim pemecahan dan penekanan secara mekanis.
Batu Kapur ( 800 x 800 mm ) 18 % H2O masuk Hopper
melewati Wobbler Feeder. Batu Kapur < 90 mm akan lolos tanpa melewati
Crusher ( 700 T/ J ). Tanah Liat ( 500 x 500 mm ) 30 % H2O masuk Hopper
melewati Apron Feeder dipotong -2 menggunakan Clay Crusher menjadi ukuran 95 %
lolos 90 mm. Produk dari Limestone Crusher dan Clay Crusher bercampur dalam
Belt Conveyor dan ditumpuk di dalam Storage Mix.
Setelah itu raw material akan mengalami proses
pre-homogenisasi dengan pembuatan mix pile. Tujuan pre-homogenisasi material
adalah untuk memperoleh bahan baku yang lebih homogen.
Proses Penyiapan Bahan Baku
3. Penggilingan Awal
Bahan baku lainnya yang digunakan untuk membuat semen
adalah bahan baku penolong yaitu pasir besi dan pasir silika. Pasir besi berkontribusi
pada mineral Fe2O3 dan pasir silka berkontribusi pada mineral SiO2. Kedua bahan
baku penolong tersebut akan dicampur dengan pile batukapur & tanah liat
masuk ke proses penggilingan awal, dimana jumlahnya ditentukan oleh raw mix
design.
Alat utama yang digunakan dalam proses penggilingan
dan pengeringan bahan baku adalah Vertical Roller Mill (VRM). Media
pengeringnya adalah udara panas yang berasal dari suspention-preheater dengan
suhu sebesar 300 – 400 oC.
Vertical roller mills merupakan peralatan yang tepat
untuk penggilingan dan pengeringan material yang relatif basah. Penggilingan
& pengeringan dapat dilakukan secara effisien didalam satu unit peralatan.
Vertical
roller mill menjalankan 4 fungsi utama didalam satu unit peralatan, yaitu :
a. Penggilingan
( Roller & grinding table )
b. Pengeringan
(gas buang kiln, cooler, AH1)
c. Pemisahan
(Separator)
d. Transportasi
(Gas pengering ID Fan)
Bahan baku masuk ke dalam Vertical Roller Mill (Raw
Mill) pada bagian tengah (tempat penggilingan), sementara itu udara panas masuk
ke dalam bagian bawahnya. Material yang sudah tergiling halus akan terbawa
udara panas keluar raw mill melalui bagian atas alat tersebut. Material akan
digiling dari ukuran masuk sekitar 7,5 cm menjadi max 90μm. Penggilingan
menggunakan gaya centrifugal di mana material yang diumpankan dari atas akan
terlempar ke samping karena putaran table dan akan tergerus oleh roller yang
berputar karena putaran table itu sendiri.
Kemudian material akan mengalami proses pencampuran
(Blending) dan homogenisasi di dalam Blending Silo. Alat utama yang digunakan
untuk mencamnpur dan menghomogenkan bahan baku adalah blending silo, dengan
media pengaduk adalah udara.
Raw Mill Sebagai Tempat Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Setelah mengalami homogenisasi di blending silo,
material terlebih dahulu ditampung ke dalam kiln feed bin. Alat utama yang
digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku adalah suspension pre-heater.
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan
produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary
kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan
baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat
terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu
berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses
prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku
terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui
suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam
suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses
kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater
ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan
udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi
tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan
kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater
dengan kalsiner.
Suspension pre-heater yang digunakan terdiri dari 2
bagian, yaitu in-line calciner (ILC) dan separate line calciner (SLC). Material
akan masuk terlebih dahulu pada cyclone yang paling atas hingga keluar dari
cyclone kelima. Setelah itu, material akan masuk ke dalam rotary kiln.
Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai
berikut :
·
Diameter
kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas
besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar
dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya
menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% - 50%.
Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya
dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln
tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai
hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut
dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln
spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3.
·
Di dalam
kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur
yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 - 900 oC), sehingga peluang
pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam
pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh.
·
Dapat
mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal
load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner.
·
Emisi
NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang
relatif rendah.
·
Operasi kiln
lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori.
·
Masalah
senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah
diatasi.
b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau
rotary kiln. Di dalam kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering,
dan clinkering. Temperatur material yang masuk ke dalam tanur putar adalah
800–900 oC, sedangkan temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah
1100-1400 oC.
Kiln berputar (rotary kiln) merupakan peralatan utama
di seluruh unit pabrik semen, karena di dalam kiln akan terjadi semua proses
kimia pembentukan klinker dari bahan bakunya (raw mix). Secara garis besar, di
dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu zone kalsinasi, zone transisi, dan zone
sintering (klinkerisasi). Perkembangan teknologi mengakibatkan sebagian zone
kalsinasi dipindahkan ke suspension preheater dan kalsiner, sehingga proses
yang terjadi di dalam kiln lebih efektif ditinjau dari segi konsumsi panasnya.
Proses perpindahan panas di dalam kiln sebagian besar ditentukan oleh proses
radiasi sehingga diperlukan isolator yang baik untuk mencegah panas terbuang
keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan api dan coating yang terbentuk
selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap bagian proses berbeda maka
jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan coating antara lain :
1. komposisi kimia raw mix
2. konduktivitas termal dari batu
tahan api dan coating
3. temperatur umpan ketika kontak
dengan coating
4. temperatur permukaan coating
ketika kontak dengan umpan
5. bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan,
karena reaksi klinkerisasi lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi
jumlah fase cair dibatasi 20-30 % untuk memudahkan terbentuknya coating yang
berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil
pembakaran maupun untuk pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui
kiln. Karena di dalam kiln diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan
proses klinkerisasi, maka kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi
maksimum sekitar 20 – 30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah
tidaknya dibakar (burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan
bakar yang dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 – 25%. Pada umumnya
calciner jenis ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10%
hingga 20% dari seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner
juga akan menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang lebih tinggi
yang berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80%
hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara pembakaran
di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan dilakukan
perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan cooler
jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi daya
listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis
grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang
dibakar di kiln dapat dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai
sekitar 35%), sedangkan sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian
beban panas yang diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg
klinker. Karena dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang
dibakar, maka secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu
menjadi sekitar 2,5 kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding
dengan kiln tanpa udara tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 ton per
hari (TPD), kiln tanpa udara tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m.
Sedangkan untuk kiln dengan ukuran yang sama pada sistem dengan udara tertier
misalnya sistem SLC dapat beroperasi maksimum pada kapasites sekitar 10.000
TPD. Namun kiln dengan udara tertier harus bekerja dengan cooler jenis grate
cooler sehingga diperlukan daya listrik tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker
dibanding kiln dengan planetary cooler.
SP Calciner & Kiln Sebagai Tempat Pembakaran
c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan
clinker adalah cooler. Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat
penampungan clinker (clinker silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu
pan conveyor.
Laju kecepatan pendinginan klinker menentukan
komposisi akhir klinker. Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran
didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang telah terjadi di kiln akan
berbalik (reverse), sehingga C3S yang telah terbentuk di kiln akan berkurang
dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat selama proses
pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat dengan cepat
sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair
alumino-ferric yang kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan
cepat. Laju pendinginan juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa
klinker dan tekstur klinker. Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada
perilaku dari oksida magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang
dihasilkan. Makin cepat proses pendinginannya maka kristal periclase yang
terbentuk semakin kecil yang timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker
dengan pendinginan cepat menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan proporsi fasa cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya
lebih kecil.
5. Penggilingan
akhir
Bahan baku proses pembuatan semen terdiri
dari :
1. Bahan baku utama, yaitu terak/clinker.
2. Bahan baku korektif/penolong yaitu gypsum
3. Bahan baku aditif yaitu trass, fly ash, slag, dan
lain-lain.
Finish Mill/penggilingan akhir adalah sebuah proses
menggiling bersama antara terak dengan 3% - 5% gypsum natural atau sintetis
(untuk pengendalian setting dinamakan retarder) dan beberapa jenis aditif
(pozzolan, slag, dan batu kapur) yang ditambahkan dalam jumlah tertentu, selama
memenuhi kualitas dan spesifikasi semen yang dipersyaratkan.
Proses penggilingan terak secara garis besar dibagi
menjadi sistim penggilingan open circuit dan sistim penggilingan closed
circuit. Gambar dibawah menunjukkan pada gambar ”a” closed circuit dan gambar
”b” open circuit. Dalam open circuit panjang shell sekitar 4 – 5 kali dari
diameter untuk mendapatkan kehalusan yang diinginkan. Sedangkan dalam closed
circuit panjang shell sekitar 3 kali diameter atau kurang untuk mempercepat
produk yang lewat. Separator bekerja sebagai pemisah sekaligus pendingin produk
semen.
Horizontal Tube Mill/Ball Mill adalah peralatan giling
yang sering dijumpai di berbagai industri semen, meskipun sekarang sudah mulai
dijumpai vertical mill untuk menggiling terak menjadi semen.
Material yang telah mengalami penggilingan kemudian
diangkut oleh bucket elevator menuju separator. Separator berfungsi untuk
memisahkan semen yang ukurannya telah cukup halus dengan ukuran yang kurang
halus. Semen yang cukup halus akan dibawa udara melalui cyclone, kemudian
ditangkap oleh bag filter yang kemudian akan ditransfer ke dalam cement silo.
Finish Mill Sebagai Tempat Penggilingan Akhir
6. Pengemasan
Pengemasan semen dibagi menjadi 2, yaitu pengemasan
dengan menggunakan zak (kraft dan woven) dan pengemasan dalam bentuk curah.
Semen dalam bentuk zak akan didistribusikan ke toko-toko bangunan dan end user.
Sedangkan semen dalam bentuk curah akan didistribusikan ke proyek-proyek.
Tahapan proses pengemasan dengan menggunakan zak adalah
sebagai berikut:
Silo semen tempat penyimpanan produk dilengkapi dengan
sistem aerasi untuk menghindari penggumpalan/koagulasi semen yang dapat
disebabkan oleh air dari luar, dan pelindung dari udara ambient yang memiliki
humiditas tinggi. Setelah itu Semen dari silo dikeluarkan dengan menggunakan
udara bertekanan (discharge) dari semen silo lalu dibawa ke bin penampungan sementara
sebelum masuk ke mesin packer atau loading ke truck.
Tahapan proses penambangan adalah sebagai berikut:
3. Penggilingan Awal
4. Proses Pembakaran
Dalam proses pembakaran dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Pemanasan Awal (Preheating)
Komentar
Posting Komentar